يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ ( محمد : 7)
Semalam, Saya mendapatkan sebuah tulisan yang berkaitan tentang keadaan
keuangan Persyarikatan Muhammadiyah pada 1920 dengan nominal 0 yang
diumumkan oleh Ketua Muhammadiyah saat itu K.H. Ahmad Dahlan. Dan K.H.
Ahmad Dahlan pun memukul kentongan untuk mengumpulkan warga perihal
tersebut, padahal saat itu Muhammadiyah harus menggaji guru dan karyawan
di sekolah Muhammadiyah sebanyak 500 gulden. Dan dengan
kedermawanannya, beliau melelang semua harta bendanya yang ada di
rumahnya untuk Persyarikatan Muhammadiyah. Dan warga pun akhirnya
membeli semua barang tersebut dengan total jumlah pembelian 4000 gulden.
Di akhir masa lelang, para pembeli bukan malah membawa barang milik
K.H. Ahmad Dahlan namun langsung keluar. Lalu Kiai menanyakan kepada
para warga tersebut "Kenapa barangnya tidak dibawa, atau Saya antarkan
ke rumah?" Warga pun menjawab, "Tidak usah Kiai. Itu uang untuk
keperluan Muhammadiyah."
Begitulah ceritanya saat itu dalam Persyariktan Muhammadiyah, dan judul ini terbersit karena kata-kata ini muncul dari kawan Saya di IMM, walaupun memang tanpa embel-embel "di Muhammadiyah". Entah apa gerangan maksud kawan ini, namun maksud dari judul yang Saya buat adalah menjadi guru adalah bukan pilihan untuk menjadi orang yang kaya apalagi di Muhammadiyah. Jika ingin kaya jangan jadi guru, jadilah pengusaha saja. Walaupun memang ada orang yang ambil enaknya saja, jadi guru iya digaji, nggak pernah masuk karena kesibukan usaha diluarnya. Dan ini bukan rahasia umum. Karena tidak dapat dinafikan lagi memang di zaman globalisasi saat ini uang, pangkat adalah segalanya.
Lalu kenapa Saya memilih menjadi guru di Muhammadiyah, bukan malah nganggur seperti judul yang Saya buat? Jawabannya ada pada Q.S. Muhammad ayat 7 diatas. Menganggur Saya artikan bukan tidak berpenghasilan namun tidak bekerja secara terikat, menjadi freelance jawabannya. Alhamdulillah, selama setahun Saya menjadi freelance desainer grafis dan PENGHASILAN MENJADI FREELANCE LEBIH BANYAK DARIPADA GAJI SAYA SEBULAN MENJADI GURU DI MUHAMMADIYAH. Karena menjadi guru di Muhammadiyah adalah bukan hanya saja tentang uang, jabatan tapi lebih kepada perkaderan, dakwah dan juga menambah ilmu.
Hari ini adalah Milad Muhammadiyah Ke-104 M. Selama kuliah, Saya aktif di ortom Muhammadiyah yaitu IMM. Menjadi bagian IMM adalah anugerah terbesar bagi Saya, IMM yang mempunyai tri kompetensi religiusitas, intelektualitas, dan humanitas benar-benar terpatri dalam hati. Kajian yang Saya ikuti di IMM sangat bervariasi mulai belajar ideologi kiri Karl Marx, Max Weber, Hegel sampai ikut kajian kitab Jurmiyah.
Begitulah ceritanya saat itu dalam Persyariktan Muhammadiyah, dan judul ini terbersit karena kata-kata ini muncul dari kawan Saya di IMM, walaupun memang tanpa embel-embel "di Muhammadiyah". Entah apa gerangan maksud kawan ini, namun maksud dari judul yang Saya buat adalah menjadi guru adalah bukan pilihan untuk menjadi orang yang kaya apalagi di Muhammadiyah. Jika ingin kaya jangan jadi guru, jadilah pengusaha saja. Walaupun memang ada orang yang ambil enaknya saja, jadi guru iya digaji, nggak pernah masuk karena kesibukan usaha diluarnya. Dan ini bukan rahasia umum. Karena tidak dapat dinafikan lagi memang di zaman globalisasi saat ini uang, pangkat adalah segalanya.
Lalu kenapa Saya memilih menjadi guru di Muhammadiyah, bukan malah nganggur seperti judul yang Saya buat? Jawabannya ada pada Q.S. Muhammad ayat 7 diatas. Menganggur Saya artikan bukan tidak berpenghasilan namun tidak bekerja secara terikat, menjadi freelance jawabannya. Alhamdulillah, selama setahun Saya menjadi freelance desainer grafis dan PENGHASILAN MENJADI FREELANCE LEBIH BANYAK DARIPADA GAJI SAYA SEBULAN MENJADI GURU DI MUHAMMADIYAH. Karena menjadi guru di Muhammadiyah adalah bukan hanya saja tentang uang, jabatan tapi lebih kepada perkaderan, dakwah dan juga menambah ilmu.
Hari ini adalah Milad Muhammadiyah Ke-104 M. Selama kuliah, Saya aktif di ortom Muhammadiyah yaitu IMM. Menjadi bagian IMM adalah anugerah terbesar bagi Saya, IMM yang mempunyai tri kompetensi religiusitas, intelektualitas, dan humanitas benar-benar terpatri dalam hati. Kajian yang Saya ikuti di IMM sangat bervariasi mulai belajar ideologi kiri Karl Marx, Max Weber, Hegel sampai ikut kajian kitab Jurmiyah.
Dan
alhamdulillah, setelah lulus Saya "DI PANGGIL" untuk mengajar di MI Muhammadiyah Karanglo. Di tempat yang baru Saya mengenal banyak sekali
ortom. Karena di perguruan dasar dan menengah ada 3 ortom yang harus
dibina yaitu Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Tapak Suci Putera
Muhammadiyah (TSPM) dan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (GKHW). Lengkap sudah sebagai orang yang paling cinta sama Muhammadiyah-karena
tidak mungkin ikut Nasyiatul 'Aisyiyah dan 'Aisyiyah, hehehe.
Dan pilihan menjadi guru di Muhammadiyah bukan untuk alasan hanya
mencari rezeki saja tetapi memilih mengajar di Muhammadiyah adalah
pilihan untuk perkaderan, dakwah dan terus menuntut ilmu.